كيفية الطلب وبأي شيء يبدأ من أراد أن يطلب العلم
Tahapan
Menuntut Ilmu Syar'i
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Syaikh
ditanya –semoga Allah mengampuninya- Banyak pertanyaan tentang tata cara
menuntut ilmu, ilmu apa yang pertama kali harus dipelajari oleh orang yang
ingin menuntut ilmu dan matan apa yang pertama kali harus dihafal? Bagaimana
pengarahan Anda bagi para penuntut ilmu tersebut?
SemogaAllah
membalas Anda dengan kebaikan.
Jawab
Pertama-tama
dan sebelum saya memberikan pengarahan kepada para penuntut ilmu tersebut, saya
ingin mengarahkan mereka terlebih dahulu agar mereka menuntut ilmu dari seorang
syaikh yang berilmu karena mencari ilmu dari seorang alim terkandung dua faedah
yang agung :
Pertama
Lebih
efektif karena seorang alim mempunyai daya telaah dan pengetahuan dan
memberikan ilmu kepadamu dengan ilmu yang matang dan mudah.
Kedua
Mencari ilmu
dari seorang yang alim akan lebih dekat kepada kebenaran, dalam arti orang yang
menuntut ilmu kepada seorang yang bukan alim akan menimbulkan sikap mengada-ada
dan pendapatpendapat yang syadz (menyimpang/ganjil) yang jauh dari kebenaran.
Hal itu disebabkan karena dia tidak membaca kitab di hadapan orang alim yang
ilmunya mendalam sehingga bisa mendidiknya di atas jalan yang dipilihnya.
Maka menurut
pendapat saya, seseorang harus bersungguh-sungguh memiliki seorang guru untuk mencari
ilmu, karena jika dia memiliki guru maka guru tersebut akan mengarahkannya
dengan pengarahan yang menurutnya sesuai dengan murid (yang diajarnya).
Adapun
jawaban bagi pertanyaan di atas, maka secara umum kita katakan :
Pertama
Lebih utama
bagi seseorang untuk menghafal Kitabullah sebelum kitab
lainnya karena ini merupakan kebiasaan para Sahabat radhiallahu’anhum. Mereka
tidak bergeser dari sepuluh ayat pertama sebelum mereka mempelajari (menghafal)
ilmu yang terkandung di dalamnya serta mengamalkannya. Dan Kalamullah adalah
kalam yang paling sempurna secara mutlak.
Kedua
Dia harus mengambil
matan (redaksi) hadits-hadits ringkas yang akan menjadi simpanan
baginya ketika berdalil dengan Sunnah, seperti yang ada dalam `Umdatul Ahkaam,
Buluughul Maraam, al-Arba’iin An Nawawiyyah dan yang semisalnya.
Ketiga
Menghafal
matan-matan fiqih yang sesuai dengan dirinya dan matan
yang paling bagus yang kita hafal adalah Zaadul Mustaqni’ fii Ikhtishaaril
Muqni‘ karena (syarah) kitab ini telah dikerjakan oleh pensyarahnya Manshur bin
Yunus al-Bhuthi dan orang-orang setelahnya dari orang-orang yang mengerjakan
syarah dan matan kitab ini dengan catatan kaki yang banyak.
Keempat
Kuasailah
Nahwu.
Tahukah engkau apa itu nahwu yang tidak diketahui oleh para penuntut ilmu
kecuali hanya sedikit saja di antara mereka sehingga engkau melihat seseorang telah
lulus dari satu fakultas dalam keadaan tidak mengetahui ilmu nahwu sedikit pun,
persis seperti apa yang digambarkan oleh seorang penya’ir:
ل بارك ال ف النحو ول أهله * إذا كان منسـوبا إل نفطويه
أحـرقه ال بنصـف اسـمه * وجعل الباقي صـراخا( عليه
Semoga Allah
tidak memberi barakah dalam nahwu dan ahlinya
Apabila dia
dinisbatkan kepada omongan yang tidak terfahami
Semoga Allah
membakarnya dengan separuh namanya
Dan menjadikan sisanya sebagai teriakan atasnya.
Mengapa
penya’ir ini berkata demikian?
Jawabnya
karena dia lemah tentang nahwu. Tetapi saya katakan bahwa pintu nahwu itu
pintunya dari besi, sedangkan lorongnya adalah benang emas. Artinya dia amat
keras dan sukar ketika pertama kali memasukinya tetapi jika pintunya telah
terbuka bagi orang yang mencarinya, dia akan merasakan kemudahan pada langkah
selanjutnya dengan semudahmudahnya sehingga jadilah dia sesuatu yang mudah
baginya, sehingga beberapa penuntut ilmu yang baru memulai dalam mempelajari
nahwu menjadi terpikat.
Maka jika
engkau berbicara kepada mereka dengan pembicaraan yang biasa, dia akan
mengi’rabnya (mengurainya) agar terlatih dalam hal i’rab. Di antara matan nahwu
yang paling baik adalah alAajuruumiyyah, sebuah kitab yang ringkas tetapi
sangat terfokus (padat). Oleh karena itu saya nasihatkan bagi para pemula untuk
memulai dengan kitab ini. Maka inilah pokok-pokok yang harus dijadikan landasan
bagi para penuntut ilmu.
Kelima
Adapun yang
berhubungan dengan ilmu tauhid, maka kitab-kitab tentang masalah ini amatlah
banyak. Di antaranya : Kitaabut Tauhiid
karya Syaikhul Islam Muhammad bin `Abdil Wah-hab rahimahullah, alAqiidah
al-Waasithiyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan kitab ini sangat
banyak dan sangat dikenal, wal hamdulillah.
Dan nasihat
umum bagi para penuntut ilmu bahwa ilmunya
harus berdampak terhadap dirinya
berupa takwa kepada Allah
melaksanakan ketaatan kepada-Nya, berakhlak mulia, ihsan (berbuat baik) kepada sesama makhluk dengan cara mengajar,
membimbing, dan gigih dalam menyiarkan
ilmu melalui berbagai media, baik melalui koran, majalah, kitab-kitab,
risalah, buletin dan media lainnya.
Saya pun
menasihatkan kepada para penuntut ilmu agar tidak
tergesa-gesa dalam menghukumi (memvonis) sesuatu. Karena sebagian penuntut
ilmu yang masih pemula engkau lihat tergesa-gesa dalam berfatwa dan menetapkan
hukum. Dan terkadang menyalahkan para ulama besar sedangkan dia (memiliki
tingkatan yang) jauh di bawah para ulama tersebut, sehingga beberapa orang
mengatakan, Saya berdebat dengan salah seorang penuntut ilmu yang masih pemula,
lalu saya katakan kepadanya bahwa ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
Maka dia
berkata, “Siapa Imam Ahmad bin Hanbal? Imam
Ahmad bin Hanbal laki-laki, kita pun laki-laki”. Subhanallaah!!.
Memang benar
Imam Ahmad bin Hanbal laki-laki dan engkau laki-laki sehingga kalian berdua
sama dalam hal kelakilakiannya, adapun dalam hal ilmu maka antara kalian berdua
terdapat perbedaan yang amat jauh. Tidak semua laki-laki layak dianggap sebagai
laki-laki dalam hal ilmu.
Saya katakan : Seorang penuntut ilmu
wajib bertatakrama dengan sikap tawadhu’, tidak merasa ta’jub dengan diri
sendiri, dan hendaklah mengetahui kemampuan diri.
Di antara hal yang penting bagi seorang penuntut ilmu : Janganlah dia banyak menelaah pendapat para ulama,
karena jika engkau banyak menelaah pandapat para ulama dan menelaah al-Mughni
dalam masalah fiqih karya Ibnu Qudamah, al-Majmuu’ karya anNawawi, dan
kitab-kitab besar yang menerangkan ikhtilaf dan engkau mendiskusikannya, maka
engkau akan sia-sia (rusak). Mulailah pertama kali, seperti yang telah saya
katakan, dengan matan-matan yang ringkas, sedikit demi sedikit sehingga engkau
akan sampai kepada tujuan. Adapun jika engkau ingin menaiki pohon dari
rantingnya, maka ini adalah salah.
[Dinukil dari kitab Kitabul ‘Ilmi, Penulis Asy Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin, Edisi Indonesia : Tuntunan Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu
Syar’i, Penerjemah Abu Abdillah Salim bin Subaid, Penerbit Pustaka Sumayyah]
http://sunniy.wordpress.com | Menebar Ilmu & Tegakkan Sunnah 2
Disclaimer : File, dokumen, aplikasi, artikel, gambar maupun video yang tercantum dalam link blog ini dapat berasal dari
berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber
tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami.
Jazakumullohkhoir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar